Sedalam-dalam sajak takkan mampu menampung air mata bangsa
kata-kata telah lama terperangkap
(Dalam basa basi) dalam teduh pekewu
(dalam isyarat dan kilah tanpa makna)
Maka, lebih baik aku membaca, wajah orang berjuta
wajah orang orang yang berdiri satu kaki dalam penuh sesak bus kota
(Wajah yang tergusur) Wajah yang ditilang malang
(Wajah para muda) yang matanya letih menyimak daftar lowongan kerja
Wajah yang tercabik-cabik dalam pengab pabrik
(Wajah yang disapu-sapu) sepatu
Wajah legam para pemulung yang memungut remah remah pembangunan
Wajah yang hanya mampu jadi sekedar penonton etalase indah di berbagai plaza
(Wajah yang diam-diam) menjerit melengking melolong
* Tanah air kita satu, Bangsa kita satu
Bahasa kita satu, Bendera kita satu
reff:
tapi wahai saudara satu bendera,
kenapa kini ada suatu yang terasa jauh beda di antara kita
sementara jalan-jalan raya mekar di mana-mana menghubungkan kota-kota
Jembatan-jembatan tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah yang ada
Tapi siapakah yang mampu menjembatani jurang di antara kita, di antara kita
repeat * [2x]
Di lembah lembah kusam pada pucuk tulang kersang dan otot linu mengerang
Mereka pancangkan koyak moyak bendera hati di pijak ketidakpedulian para saudara
Gerimis tak mampu mengucapkan kibarannya
lalu tanpa tangis mereka menyanyi padamu negeri air mata kami (padamu negeri air mata kami)
repeat reff